Rabu, 19 Desember 2012

UNM, UNHAS, UMI, UIN, UNISMUH, STMIK, UIT, U 45, UI, UGM, bahkan STIBA sekalipun


Bismillah..
Mungkin kita telah ketahui bersama, bahwasanya Ibuku mampu membuat hampir semua masakan yang ada di Indonesia dan Malaysia. Yah, Setelah sukses berkarir sebagai Ibu rumah tangga terbaik di Malaysia, kini beliau memutuskan untuk hidup bersama anak-anaknya di Indonesia. Hidup di dua negara membuat beliau kaya akan pengalaman kuliner. Sangat Susah bagi kita menemukan jenis masakan yang tidak mampu diolah olehnya. Tapi, tulisan ini tidak akan mengulas biografi Ibuku. Juga bukan tentang masakan.

Ahad kemarin, aku menemukan sebuah makanan yang setauku belum dikenal oleh Ibuku. Kalo tidak salah, namanya “Nasu Palekko”. Masakan berbahan dasar daging bebek ini sangat terkenal di Kabupaten Sidrap. Bahkan, aku dengar-dengar ia merupakan makanan wajib bagi warga Sidrap.  Aku baca di koran, makanan ini paling digemari oleh pengunjung dari luar. Yah, wajar saja lah, karena ternyata makanan ini memang enak dan memiliki karakter rasa yang khas. Sekali lagi, tulisan ini bukan tentang masakan.


Sehabis menikmati hidangan Nasu Palekko itu, kami melanjutkan perjalanan kami. Oia, kayaknya aku belum mengawali cerita perjalanan kami. Begini, pada Hari ahad kemarin, ketika Sang Surya hampir tiba di puncak singgasananya, tegak lurus dengan kota Rappang, aku mendapatkan sms dari seorang teman yg isinya berupa ajakan untuk jalan-jalan. Sebenarnya, aku memiliki semacam penyakit alergi untuk keluar pada jam-jam seperti ini. Terlebih lagi ketika mengetahui jarak yang dituju itu sekitar 40 kilometer. Namun, ternyata segala sesuatu yang terjadi di dunia ini bukanlah karena kehendak diri kita semata. Ada Sang Maha Pengatur yang menggerakkan hati kita sesuai dengan kehendakNya. Maka, jadilah aku berangkat ke Kota Tandruk Tedong tanpa tujuan yang belum jelas. Aku tidak akan berpanjang lebar menguraikan pengalaman kami. Karena bukan itu tujuan tulisan ini.

Di salah satu persinggahan kami, yakni pada perjalanan pulang, kami singgah sejenak di sebuah pondok Tahfidzul Qur’an. Kalo tidak salah, namanya As Salam. Lokasinya aku lupa. Tapi bagiku bukanlah hal yang penting mengetahui dimana, apa, dan bagaimana pondok itu. Namun, pertanyaannya siapa dan mengapa?
Aku menyaksikan ada sekitar dua puluh santri yang belajar di tempat ini. Tapi, katanya jumlah santri di sini lebih dari itu. Kalo tidak salah 30 atau 40an. Tapi bagiku, bukanlah perkara penting mengetahui berapa, apa dan bagaimana. Yang penting ialah siapa dan mengapa?

Mereka adalah sekumpulan bocah laki-laki yang kuperkirakan antara usia 7 sampai 15 tahun. Mereka tinggal terisolir dari gemerlapnya dunia anak-anak hari ini. Mereka menghabiskan hari-hari mereka tanpa Playstation, XBox dan warnet.  Di sini... Di tempat ini... Mereka tinggal di pondok pesantren yang letaknya terpencil dan jauh dari huru hara keramaian kota. Di sini... Di tempat ini...  Mereka menghabiskan hari-hari mereka dengan MENGHAFALKAN ALQUR’AN, kitab yang mulia.

Tiba-tiba memoriku menayangkan sebuah filem tua yang masih hitam putih. Aku melihat diriku yang masih kecil, masih lincah, masih kanak-kanak, masih tampan:). Berlari-lari, kejar-kejaran, terjatuh, tertawa, menangis, tertawa lagi, menangis lagi.. Bersama teman-temanku. Selama kurang lebih tujuh tahun, hampir setiap hari aku diharuskan memakai celana pendek di atas lutut. Selama kurang lebih tujuh tahun, setiap hari aku diperlihatkan teman-teman perempuanku dengan rok pendeknya. Selama kurang lebih sepuluh tahun, setiap hari senin, aku dipaksa berdiri di panas matahari pagi, bukan untuk olahraga, tetapi untuk hormat kepada secarik kain berwarna merah putih yang menari di ujung tiang. Yah, itulah potret pendidikan Indonesia masa lalu. Ups, yang masih berlangsung hingga kini. (Aku tidak bermaksud menjelek-jelekkan pendidikan Indonesia. Ini hanyalah bagian dari kekurangan pendidikan kita yang memang tidak sempurna. Tapi banyak juga kok positifnya. Banyak banget malah).

Aku masih belum menemukan apa pengaruh celana dan rok pendek terhadap kecerdasan anak. Apa hubungannya celana pendek dengan kreativitas dan pengembangan imajinasi anak? Apa hubungan celana pendek dengan meningkatkan kedisiplinan? Apa hubungan celana pendek dengan kondisi mental dan emosional anak? Yang aku tahu, celana pendek membantu anak untuk berlari lebih kencang. Celana pendek memiliki peluang lebih kecil untuk dikotori. Celana pendek memperlihatkan anak siapa yang memiliki betis paling besar. Celana pendek memperlihatkan kos kaki siapa yang paling mahal. Dan... celana pendek menghapus perkataan guru agama yang mengatakan: aurat laki-laki itu dari pusar sampai lutut.

Aku masih belum menemukan pengaruh upacara hari senin terhadap kecintaan anak kepada negaranya. Apa pengaruh menyanyikan sambil menundukkan kepala saat mengheningkan cipta, terhadap sikap rela berkorban pada anak? apa pengaruh lagu Indonesia Raya terhadap Persatuan dan Kesatuan anak? Apa pengaruh hormat kepada bendera terhadap hormat kepada negara? Yang aku tahu, Upacara bendera melatih kesabaran anak berdiri di bawah sinar matahri. Yang aku tahu,  upacara bendera mengajarkan anak menyusun strategi licik untuk lolos dari mengikuti upacara. Tapi walaupun Setiap hari senin selama 12 tahun pelajar Indonesia mengikuti upacara, tetap saja terjadi banyak sekali tawuran antar pelajar. Dimana persatuan dan kesatuannya? Aku lihat banyak sekali pelajar yang terjerumus pada obat-obatan terlarang dan pergaulan bebas. Inikiah rela berkorban? aku lihat Banyak sekali koruptor yang merugikan negara sampai ratusan triliyun. Itukah cinta negara? Nah, Apa fungsi upacara sebenarnya? kalo tidak penting, kan lebih baik kalo diganti dengan kegiatan yang lebih bermanfaat?!

Filem itu terhenti dan pudar dari pikiranku. Sekarang aku kembali menyaksikan anak-anak itu, para santri tahfidzul Qur’an yang tengah asyik bermain bola. Bahkan saat bermain bola di atas pasir pun, mereka mengenakan celana panjang.

Sejujurnya,  aku sedikit iri dengan bocah penghafal al Quran ini. Di usia mereka, dimana pikiran dan daya ingat begitu cemerlang, mereka manfaatkan dengan menghafal alQur’an, MasyaAllah. Pada usia ini, Pikiran anak masih jernih, jauh dari stress dan depresi. Memori anak masih bersih dari hal-hal yang mengganggu pikiran. Jiwa anak masih polos, belum ada rasa cinta yang berbunga, belum ada rasa benci yang mendalam, belum ada rasa takut yg berarti.
Yah, Pada usia inilah merupakan masa yang sangat baik untuk mulai menghafal alQur’an. Kubandingkan dengan aku dulu, di usiaku seperti mereka, memoriku justru terisi dengan nyanyian dan lagu-lagu yang secara psikologi dapat mempengaruhi kondisi emosi dan mengindikasikan kebodohan. Ada lagu pembunuhan seperti “Potong Bebek Angsa” dan “Ambilkan Bulan Bu”, dan.. Siapa yang ajarkan “Bintang kecil di langit yang biru”?  emangnya ada bintang di siang yang cerah?

Aku sempat berpikir dan berandai andai. Kalau saja sejak usia 7 tahun aku mulai menghafal al Qur’an cukup 2 ayat saja tiap hari. Maka, insyaAllah aku sudah hafidz di usia 16 tahun. Wah, kelas 2 SMA aku sudah menyimpan kitab mulia ini di dadaku. Wah, hebatnya.. lebih hebat dari temanku yang juara kelas. Bahkan, Lebih hebat dari kepala sekolah..

Memang, Ibuku Jago masak, jago menjahit, jago membuat kerajinan tangan, dan sebagainya. Tapi Ibuku belum jago dalam memilih pendidikan untuk anaknya. Aku tidak bermaksud menyalahkan Ibuku. Karena aku tahu  ibuku belum tahu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Siapa yang membaca Al Quran, mempelajarinya dan mengamalkannya, maka dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari Kiamat, cahayanya seperti cahaya matahari, kedua orang tuanya dipakaikan dua jubah (kemuliaan), yang tidak pernah didapatkan di dunia, keduanya bertanya: mengapa kami dipakaikan jubah ini? dijawab: “karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Al Quran”. (Hadits diriwayatkan oleh Al Hakim dan ia menilanya sahih berdasarkan syarat Muslim (1/568), dan disetujui oleh Adz Dzahabi. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya (21872) dan Ad
Darimi dalam Sunannya (3257)..

Belum terlambat bagiku. Aku masih hidup. Aku masih sehat. Aku masih punya kesempatan untuk menghafal al Qur’an. Yah, pekerjaan menghafal alQur’an bukan hanya untuk mereka yang ada di pesantren, tapi juga untuk semua yang mengaku cinta dengan al Quran. Karena cinta yang sejati akan mendorong kita untuk memiliki.

Diantara karakteristik al Qur’an ialah, ia merupakan kitab yang dimudahkan untuk dihafal dan dipelajari. Allah berfirman: “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur'an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?.” (Al Qamar:17). Makanya, fakta telah membuktikan bahwa tidak ada satupun kitab di bumi ini yang penghafalnya lebih banyak dari al Qur’an. Di Arab, di Palestina, di Amerika, di India, di Jepang, di Indonesia, dan dimana mana terdapat penghafal al Qur’an. Anak-anak hingga dewasa, laki-laki dan perempuan, yang kaya dan yang miskin, semua mampu menghafalkannya. Sungguh merupakan keajaiban. Setiap muslim dimanapun berada memiliki peluang untuk menghafal al Qur’an.

Jangan mau kalah sama anak pesantren! Mari menghafal..! Siapapun kita, mau Anak  UNM, UNHAS, UMI, UIN, UNISMUH, STMIK, UIT, U 45, UI, UGM, bahkan STIBA sekalipun, kita harus bercita cita menghafalkan al Qur’an!
Karena sesungguhnya kemuliaan itu bukannya pada pesantren, tapi ada pada al Qur’an.

Berikut ini tabel program menghafal al Qur'an


Tidak ada komentar:

Posting Komentar