Minggu, 29 April 2012

Imajinasi Kolektif dan Kemanusiaan


Realitas manusia Indonesia tengah mengalami masa-masa kelam, dan bukan hanya kini tapi sejak hampir satu abad yang lalu.
Manusia Indonesia sangat sulit melepaskan diri dari berbagai sistem ketidakmanusiaan, hingga aktualisasi ruang kemanusiaan adalah sesuatu yang mahal dan langka.
Dalam peredaran waktu ke waktu dan perkembangan dekade, seorang tidak saja bertindak kurang dan bahkan tidak manusiawi terhadap manusia lainnya, tetapi Negara dan berbagai sistem yang membangunnya (politik, ekonomi, budaya, pendidikan, kesehatan dan bahkan media) juga terperangkap dalam ketidakmanusiawiaan.

Berbagai sistem yang dihadirkan menjadi tidak manusiawi ketika terlalu banyak menimbulkan persoalan dan hambatan perkembangan manusia seutuhnya, ketika ia dibangun melalui berbagai strategi teror (ancaman, penculikan, pemerkosaan, pencaplokan atas nama Negara dan kekuasaan, beli paksa, KKN, dan ketidakadilan hukum), hal ini dapat kita lihat sejak inflasi kolonial hingga saat ini.

Orde Teror
Teror Negara sebagai bagian politik pembangunan telah menelan nilai-nilai kemanusiaan atas nama pencapaian prestasi kelompok dan kepentingan Negara.
Teror ekonomi mengakibatkan perampasan hak-hak rakyat secara paksa dan teror politik telah menciptakan iklim dan budaya politik presedural yang “seronok” dan tentunya menelanjangi demokrasi yang jujur dan adil.
Orde lama, menghasilkan simbolisasi slogan-slogan dan manusia ideologis, namun dibalik slogan-slogan itu manusia Indonesia telah mampu menemukan kemanusiaannya?
Kenyataannya, orde lama telah mereduksi nilai kemanusiaan dalam quase retorika dan realitas kemiskinan. Orde lama gagal menghadirkan nilai kemanusiaan dalam bidang ekonomi.
Orde baru melahirkan manusia-manusia mesin, manusia pembangunan yang dikosongkan dari ideologi-ideologi yang lain.
Di dalamya terjadi penyeragaman, standarisasi, dan pembatasan-pembatasan terhadap manusia dan bahkan membenamkan nilai-nilai kemanusiaan.
Sementara itu, era reformasi hingga kini adalah era yang di dalamnya terjadi fragmentasi total pada diri manusianya yang diakibatkan terbukanya pintu demokrasi yang yang dimaknai sepenggal.
Akhirnya iklim reformasi menciptakan manusia-manusia yang dapat melakukan apa saja atas manusia lain demi memuaskan hasrat diri dan kelompoknya.

Imajinasi Kolektif
Semangat toleransi, solidaritas, dialog, dan infestasi moral pada tiap tingkatan generasi adalah imajinasi yang diturunkan dalam kerangka praktis seharusnya menjadi pekerjaan rumah mendesak bagi siapun di Negara ini.
Hal ini harus dibangun dalam dalam kerangka pemikiran filosofis, sosiologis dan budaya yang mulai ditinggalkan.
Harapan dari ini semua adalah dapat menciptakan generasi masa depan yang lebih toleran, damai, ramah, terbuka tapi kritis, dan berjiwa damai.
Tidak bersikap jumawa dan mengedepankan sikap menghargai manusia lain dan memiliki pengertian yang tinggi terhadap perbedaan.
Imajinasi kolektif untuk kemanusiaan adalah upaya menempatkan manusia dalam ruang-ruang kemansiaannya yang utuh bukan untuk dieksploitasi.
Hal ini diperlukan ketika realitas masa depan nilai kemanusiaan Indonesia yang saat ini tergadaikan dan diasingkan.
Harapan akan segala persoalan ketika nilai kemanusiaan kembali dihargai  akan dapat diminimalisir sekecil mungkin pada titik yang menentrankan apabila menjalankan nilai-nilai  sebagaimana telah disebutkan di atas. (*)

Sumber: gema-nurani.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar