Jumat, 30 November 2012

Negeri 50 Menara


Bismillah..
Satu diantara banyak hal yang membuatku kagum dengan kota ini ialah keberadaan menara-menara mesjid yang tinggi. Kebanyakan -atau mungkin semua- masjid di kota Rappang memiliki menara yang tinggi, kurang lebih 20 meter menjulang ke langit. Kubandingkan dengan kota asalku, di Bone, menara tinggi seperti ini hanya berhak dimiliki oleh masjid-masjid besar sekaliber Al Markaz(Masjid Agung) dan Masjid Raya. Di sini, masjid kecil atau besar, menaranya tetap aja sangat tinggi. Kubandingkan pula dengan kota tempat tinggalku, di Makassar, menara tinggi cukup banyak, tetapi tidak semegah seperti yang ada di kota ini.

Aku kagum karena kayaknya menara tertinggi di kota ini adalah menara masjid. Bukan Menara Pena atau Menara Pinisi seperti di Makassar atau monas yg ada di jakarta. Bukan menara Eifel seperti di Paris. Bukan Petronas Twin Tower seperti yg ada di KL. Bukan yang lain-lain. Yah, menara tertinggi di Rappang ternyata adalah menara masjid. Tentu saja excluding Telkomsel Tower dkk.


Masjid Babul Muttaqien, salah satu masjid yang berdiri kokoh di Jalan Dg. Tata Raya No. 17 Makassar. Masjid yang tergolong besar dengan kapasitas jamaah kurang lebih seribu dua ratus orang ini memiliki menara yang cukup tinggi. Hanya saja menaranya kurang keren. Kalau ada masalah dengan speaker corongnya-atau biasa dikenal dengan TOA- yang terpasang di atas menara itu, maka kita harus membuat semacam tangga dari puluhan bambu panjang yang nantinya kita jadikan pijakan dan akan membantu kita mencapai atas. Pernah, satu kali, salah satu dari 4 speaker itu bermasalah dan aku menjadi salah seorang yang ditunjuk untuk memperbaikinya. Aku ingat, memperbaiki speakernya Cuma butuh waktu 2 jam. Tapi memasang bambu-bambu itu sampai menghabiskan waktu 2 hari. Aku hanya menyumbangkan tenaga melemparkan tali dan mengoper bambu dari bawah. Dan di atas sana, pada ketinggian 9 meter di atas permukaan tanah, kubiarkan 2 orang laki-laki mempertaruhkan nyawanya. Motivasi mereka hanya 1: Syahid.

Di Kota ini, menara masjidnya tidak seperti itu. Menaranya besar dan keren. Agak mirip dengan menara mercusuar yang ada pada default wallpaper windows 7. Bila ada kerusakan dengan speaker TOAnya, kita tidak perlu buang-buang waktu menyusun puzzle bambu seperti itu. Langsung saja naik layaknya naik tangga di Mall Pannakukang, hanya saja Cuma untuk 1 atau 2 orang.

Tentu saja menara yang ditinggikan itu bukanlah sekedar gaya-gaya, atau berlomba-lomba memegahkan masjid. Melainkan ia untuk menggaungkan seruan azan ke angkasa tinggi sehingga menjangkau umat muslim sekitarnya. Menara ditinggikan agar kumandang azan bisa lebih keras dan membangunkan umat muslim yang tertidur. Menara masjid ditinggikan agar suara muadzin bisa terdengar lalu dijawab oleh umat muslim. Menara masjid ditinggikan untuk “mengganggu” mereka yang sedang lalai dengan Televisinya atau asyik dengan musik MP3nya.

Al-Imam Muslim telah meriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata: Seorang laki-laki buta mendatangi Nabi lalu berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya saya tidak mempunyai seorang penuntun yang mengantarkanku ke masjid”. Lalu ia meminta Rasulullah untuk memberi keringanan baginya untuk shalat di rumahnya maka Rasulullah memberikannya keringanan. Ketika Ibnu Ummi Maktum hendak kembali, Rasulullah memanggilnya lalu berkata: “Apakah Engkau mendengar panggilan (adzan) untuk shalat?” ia menjawab “benar”, maka Rasulullah bersabda: “Penuhilah panggilan tersebut.”

Lalu, Pelajaran apa yang bisa kita petik dari kisah pendek di atas?
Saudaraku, Sesungguhnya Nabi yang mulia tidak memberikan keringanan kepada ‘Abdullah Ibnu Ummi Maktum(sahabat yang buta) itu untuk meninggalkan shalat berjama’ah dan melaksanakannya di rumah, padahal Ibnu Ummi Maktum mempunyai beberapa ‘udzur sebagai berikut:
a. Keadaannya yang buta,
b. Tidak adanya penuntun yang mengantarkannya ke masjid,
c. Jauhnya rumahnya dari masjid,
d. Adanya pohon kurma dan pohon-pohon lainnya yang menghalanginya antara rumahnya dan masjid,
e. Adanya binatang buas yang banyak di Madinah dan
f. Umurnya yang sudah tua serta tulang-tulangnya sudah rapuh.

Kita hidup sebagai orang yang sehat wal afiat, tidak cacat, tidak buta, tinggal di rumah yang jaraknya Cuma beberapa meter dari masjid, yang jalanannya aspal mulus, yang kenderaannya begitu canggih. Intinya, begitu banyak kemudahan bagi kita untuk shalat berjamaah di masjid. Bayangkan kalau kita hidup di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu menuturkan kondisi kita, dan meminta keringanan sebagaimana yang dilakukan oleh sahabat buta tadi.
Pertanyaannya, apakah kita tidak mendengarkan suara azan? Di zaman dimana menara-menara masjid begitu tinggi, dimana berbagai merek pengeras suara yang canggih bertebaran di mana-mana, apakah kita tidak mendengarkan suara azan?

Jawabannya mereka..

Emangnya shalat berjamaah di masjid itu wajib apa? Hayo, Mana dalilnya? Ada banyak dalil yang menyebutkan wajibnya shalat berjamaah BAGI LAKI-LAKI. Baik di dalam Alquran, ataupun hadits nabi. Hanya saja, aku tidak bermaksud menuturkannya panjang lebar pada tulisan ini. Di antaranya adalah firman Allah Ta’ala: “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat serta ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’.” (Al-Baqarah:43).
Berkata Al-Imam Abu Bakr Al-Kasaniy Al-Hanafiy ketika menjelaskan wajibnya melaksanakan shalat berjama’ah: “Adapun (dalil) dari Al-Kitab adalah firman-Nya: “Dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’.” (Al-Baqarah:43).
Berlepas dari wajib tidaknya shalat berjamaah di masjid (Bagi Laki2). Kita semua sepakat bahwa shalat berjamaah itu jauh lebih baik daripada shalat sendiri-sendiri. Sepakat kan?
Maka, jika kita mau jujur pada diri kita, Sebenarnya kita yang tidak mau atau malas untuk shalat berjamaah di masjid adalah orang-orang yang sombong. Kita sudah merasa cukup dengan pahala shalat sendiri-sendiri. Kita sudah merasa aman dengan pahala kita yang sekarang ini, Sehingga tidak perlu lagi meraih pahala shalat berjamaah. Kita merasa sudah bisa selamat dari siksa neraka tanpa perlu mengambil pahala ini.

Wallohul Musta’an...

Oiya,, Oiya...Keutamaan lain di kota ini, Selain menaranya yang tinggi, bagian dalam masjidnya pun sangat nyaman. Bagaimana tidak? Air Conditioner di dalam masjid meniupkan kesejukan kepada orang-orang di dalamnya. sebut saja masjid AMM yg ada di Bambu Runcing. AC masjid ini nonstop mulai subuh sampai isya!! Bayangin aja di kota dengan temperatur cukup panas ini, kita masuk ke dalam ruangan ber AC! Sejuk dan nyaman sekali. Maka jadilah aku orang yang selalu tergoda untuk tidur siang di dalmnya ketika pulang dari mengajar. Dan bukan Cuma satu atau dua masjid yang ber AC, tapi hampir semua masjid!!!
Menara sudah sangat tinggi, azan terdengar jelas, ruangan sudah Full AC. Jalanan yang aman dan kenderaan yang nyaman. Tapi jamaah masih tidak bertambah.
Ada apa sebenarnya?

NB. Yang wajib adalah laki-laki. Untuk Muslimah, lebih afdhol shalat di Rumahnya.


Rappang, 29 November 2012
Artikel ini juga bisa disimak di: www.azriemagine.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar