Selasa, 09 Oktober 2012

Cengkeraman Euforia Malam


Bismillah...
Malam ini, tepatnya saat ini, yaitu pukul 21.13 aku tengah tergeletak sendirian di dalam kamarku. Dalam ruangan 300 x 300 cm ini, aku tidak mendapati kondisi apapun kecuali kesunyian. Lampu Philips 23 watt yang begitu seriusnya bergantung tak bergeming di bawah langit2 itu tiada mampu menandingi gelapnya kesunyian pada malam ini.

"My first, my last, my everything..."
Belum selesai nada sms HPku berdering, kupencet tombol kiri.
Tampaklah tulisan di layar HPku.
"Mesej diterima"
Kaget juga aku Setelah kubaca isinya,
"Afwan, mana meki? Batal mi sja musywrh?"
Penghantar: Pusdamm As**r As.

Astaghfirullah.. Aku baru ingat, ternyata malam ini ada musyawarah Steering u/ daurah pekan ini.
Aku cepat2 membalasnya:
"Afwan akh, saya benar2 lupa.. Saya skrg ada d babul.. Spedaku ada d khalifah...
sngat letih tubuh ini... Btul2 letih..
Skali lg, afwan.."

Sedikit cerita..
Memang, aku adalah salah satu mahasiswa yg memilih sepeda sbg kendaraan. Kalo kamu tanyakan alasannya, maka dgn bangga aku akan menjawab seperti ini:

Pertama, sepeda itu jauh lebih murah harganya. Dua tahun yg lalu, aku beli sepedaku seharga 200rb. 


Kedua, put the earth on your heart! cobalah letakkan bumi itu di hatimu! Jangan di bawah kakimu!
Sepeda itu tidak egois! Sepeda lebih memilih lambat asal tdk merusak lingkungan! Sepeda lebih memilih letih daripada harus mengotori udara. 


Ketiga, sepeda itu sehat. Olahraga. Setiap hari tanpa harus menyetel waktu khusus. Naik sepeda saja kemana kamu tuju. Dan ingat! Melatih otot tungkai lebih bermanfaat daripada melatih pergelangan tangan (motor).

Keempat, sepeda tidak takut polisi. Tidak ada aturan bahwa pengendara
Sepeda wajib memakai helm, atau punya SIM STNK, dll.
Tidak takut polisi. Namun Yang ditakutkan hanyalah Allah. Sepedaku tidak memiliki rem sama sekali. Yah, tidak ada rem sama sekali. Tapi Ini membantu kita untuk senantiasa mengingat kematian..

Masih banyak alasan mengapa aku lebih memilih sepeda tanpa motor, namun, pada tulisan ini, aku tidak bermaksud mengulas hal tersebut panjang lebar. Satu hal penting, bahwa aku memilih sepeda bukan berarti aku tidak mampu membeli motor. Aku tegaskan padamu teman, atau pada siapapun itu terkhusus kepada yg tdk memiliki motor. Bahwa membeli motor itu mudah! Sangat Mudah!
Yg susah, hanyalah bagaimana agar kita bisa membayarnya..

Kita Kembali ke dalam kamar sunyi itu.
Musyawarah malam ini terpaksa kulewatkan. Aku masih berbaring sambil mengetik di HP. Kamu tanyakan lagi kenapa aku mengetik di HP? Ya udah, aku terpaksa menjawab: Aku belum punya laptop.

Sepi belum jua berujung. Letih belum jua beranjak dari raga ini. Namun, ntah kenapa ngantuk belum jua datang merasuk. Aku mau membaca. Tapi, nantilah setelah aku bosan menulis.

Aku capek, letih.. Sangat letih.. Malam ini baru bisa kurasakan lelah yg mencekik. Atas segala kesibukanku akhir2 ini. Cukup banyak yg kukorbankan. Dan yg memalukan ialah, bhwa kesibukan itu berorientasi duniawi. Lelah ini, bukan lelah karena akhirat, letih ini bukan letih karena dakwah.

Di dalam hatiku pernah terdengar bisikan..

Azrie,
Memang Kau habiskan waktumu untuk bisnis..
Kau tinggalkan musyawarah krna bisnis..
Memang Kau abaikan dakwah karena bisnis..
Kau capek.. Kau lelah, kau letih.. Memang semua itu karena bisnis..

Azrie..
Tapi bukankah bisnismu itu karena Allah?
Bukankah bisnismu itu kau niatkan agar bisa membeli LCD dan sound system untuk LDF?

Bukankah bisnismu itu kau tujukan agar bisa segera menikah?
Bukankah kau menikah karena ingin menyempurnakan separuh agama Allah?

Pertanyaan2 itu memang benar adanya.. Namun, persoalannya ialah apakah jawabanku sungguh2 "Ya"?
Persoalan Niat, bukan perkara sederhana. Ia bukan sesuatu yg akan stagnan untuk selamanya. Melainkan ia akan terus berfluktuasi mengikuti pasang surut keimanan. Boleh jadi, detik ini niat saya ini, tetapi detik berikutnya niat saya berubah jadi itu.

Lagi2 saya memaksa kamu untuk kembali ke kamar terang yang "gelap" itu..

Aku tidak lagi berbaring. Kini aku duduk sembari menyeruput segelas Good Day Choccocino. Tepat di sampingnya, tergeletak buku "Shahih Fiqih Sunnah Jilid 1". Ialah target buku yg harus selesai oktober ini.

Deru kipas angin menjadi satu2nya bunyi yg berkuasa di kamar ini. Atau barangkali untuk malam ini, ia bahkan berkuasa memonopoli hak bunyi di kota ini.
Begitu sunyi..
Begitu senyap..
Malam ini, seolah aku ingin berteriak,
Kemana semua penduduk dunia ini?
Kemana sepasang kucing yg ribut kemarin malam?
Kemana suara kesana kemari lari tikus2 yg menabrak lemari?
Kemana suara ikhwa yg murojaah hafalannya?
Kemana suara mahasiswa yg berdiskusi?

semuanya tiba2 hilang..
semuanya tiba2 pergi..
Ntah kemana..

Ingatkah kamu, pukul berapa tulisan ini berawal?
Ya, pukul 21.13.
Kini sudah pukul 22.16.

1 jam 3 menit dalam cengkeraman kesunyian..
Ini adalah kebahagiaan seorang schizofrenia..
Aku bahagia dgn kesepian ini..
Aku nikmati kesunyian ini..
Tapi aku bukan schizofrenia..
Atau Mungkin aku bukan schizofrenia..
Aku nikmati kesunyian ini sebagai seorang yg tengah lelah, capek, letih, lunglai, lemas, dan....
stress berat..

Kutarik nafas panjang..
Lalu, kuakhiri dengan tulisan, Alhamdulillahi Rabbil alamin..

Masjid Babul Muttaqien, 8 Oktober 2012..
Mencoret tanpa energi..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar