Segala puji bagi Allah Rabb semesta ‘alam. Semoga rahmat dan
salam senantiasa dilimpahkan kepada imamnya orang-orang yang bertakwa,
yakni Rasulullah Muhammad bin Abdullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, berikut segenap keluarga dan sahabatnya serta orang yang berjalan pada jalannya sampai hari kiamat nanti.
Nampaknya usaha Syi’ah dalam menyebarkan agamanya semakin menjadi-jadi. Berbagai cara mereka tempuh untuk menampilkan diri sebagai bagian dari mazhab kaum muslimin yang juga patut untuk dikenal, dipelajari dan diamalkan.
Dalam kondisi yang seperti ini sebenarnya dibutuhkan kekompakan dari kalangan Ahli Sunnah, untuk secara tegas menentang dan bahkan membongkar kejahatan dan manipulasi Syi’ah rafidhoh ini. Namun sayang kita selalu saja dari waktu-kewaktu mendapati dari kalangan kaum muslimin yang bersimpati dengan mereka, wa na’udzu billahi min dzalik.
Kalau boleh kami katakan sesungguhnya perang ideolegi ini masih kurang disadari oleh kaum muslimin, kebanyakan dari kita menganggap ini hal yang biasa-biasa saja bahka tidak perlu dibesar-besarkan.
Nampaknya syiah ini sedang merengsek, merayap masuk ke dalam barisan Ahli Sunnah dan mulai merusak barisan dengan menyuntikkan pikiran-pikiran kesamaan antara Ahli Sunnah dan Syi’ah dengan menyerang dua pilar pembawa kebangkitan ummat yakni pemuda dan kaum intelektual. Lalu dengan penuh trik dan tipu daya menampakkan diri sebagai kaum yang seakan-akan terzalimi oleh pejuang-pejuang Ahli Sunnah dan tentu dibalik itu merekapun mengharapkan bantuan. Celakanya, ternyata karena kurangnya pengetahuan dan data-data yang dimiliki oleh kalangan pemuda dan intelektual muslim ini, akhirnya banyak dari mereka jatuh dalam lubang perangkap Syi’ah. Dan ini juga tidak lepas dari intrik dan makar yang dimiliki oleh mereka yang berdasarkan akidah Taqiyah, dan menurut kami (pen-) inilah penyebab terbesar terperangkapnya banyak kalangan pemuda dan pemikir Ahli Sunnah. Seperti baru-baru ini di salah satu Koran harian Makassar, kita membaca tulisan beberapa orang yang bergelar Professor di Universitas Islam Negeri, dan mereka tampak semangat mempresentasikan pengalamannya dengan kaum syiah di Iran, lalu ditulisan itu mereka tampak moderat (bukan moderat tapi terperangkap) seakan mengisyaratkan “tidak ada masalah” dengan keyakinan kaum syiah, bahkan dengan sangat enteng penulis terakhir yang kami baca kemudian menulis “…kenapa harus dibesar-besarkan?”.
Inilah buah taqiyah mereka, dan inilah bentuk keterperangkapan itu. Mereka memang enggan menampakkan hakikat agamanya dan sikap permusuhannya kepada kaum Ahli Sunnah. Mereka menampakkan kecintaan kepada kaum Ahli Sunnah. Mereka berlepas diri dari kecaman-kecaman dan serangan-serangan yang ditujukan kepada keyakinan mereka. Akibatnya orang yang berhati bersih dikalangan kita pasti akan tertipu. Ia tidak menyadari bahwa sesungguhnya mereka itu biasa mengucapkan sesuatu yang tidak mereka yakini dalam hati mereka.
Begitulah orang-orang syiah menipu dan memperdaya kaum Muslimin yang awwam, yang lalai, bahkan termasuk yang mengaku sebagai intelektual. Dan inilah buah taqiyah mereka la’anallahu diinahum. Ada yang menarik ketika kami baca kembali tulisan salah seorang guru besar Universitas Islam Negri di atas di web fajaronline kolom opini. Seorang pemuda berusia 25 tahun tampak semangat memberi komentar “ini baru tulisan orang muslim…
semangat…”
Pembaca yang budiman, sekarang mari kita menyingkap pemikiran dan hakikat ajaran syiah langsung dari literature otoritatif syiah. Yang kami kutip dari buku mengungkap Hakikat Syiah Agar Anda Tidak Terpedaya yang diterjemahkan oleh Abdul Rasyad Shiddiq, terbitan Darul Falah, Jakarta, dari kitab aslinya yang berjudul “Hatta La Nankhadi’a Haqiqah Asy-Syiah,” karya Syaikh Abdullah Al-Mushili. Terbitan Maktabah Al-Imam Al-Bukhari-Mesir, cet.XX, 2006 M.
Al-Khomeini dalam kitabnya Al-Rosail (11/201), terbitan Qumm Iran 1385 Hijriyah, mengatakan sebagai berikut, “Selanjutnya, bahwa kebolehan menjalankan kewajiban taqiyah itu tidak harus tergantung pada kekhawatiran atas keselamatan nyawa atau lainnya. Bahkan yang jelas, sesungguhnya kepentingan-kepentingan apa pun bisa menjadi alasan bagi diberlakukannya kewajiban melakukan taqiyah terhadap kaum pembangkang (sunni) jadi taqiyah dan menyimpan rahasia itu hukumnya wajib, kendatipun seseorang merasa aman dan tidak mengkhwatirkan keselamatan dirinya.”
Selanjutnya Syaikh Abdullah Al-Mushili menulis. Saudara kami sesama Muslim, sesungguhnya dalam keyakinan Syiah Imamiyah Itsna Asyar, orang-orang Ahlissunnah itu kafir. Mereka menganggap seorang sunni sebagai pembangkang, baik ia menganut mazhab Asy-Syafi’I, atau mazhab Hambali, atau mazhab Maliki, atau Mazhab Hanafi dan juga orang-orang yang mereka tuduh sebagai penganut Wahabi.
Dalam melakukan makar dan tipu muslihat, mereka tidak segan-segan menggunakan cara memecah belah lawan dan memisahkan mereka satu demi satu. Musuh paling berbahaya bagi mereka adalah orang yang mengetahui mazhab dan taqiyah mereka. Sebaliknya musuh yang ringan bagi mereka ialah orang yang tidak mengetahui keyakinan-keyakinan mereka, atau yang tertipu oleh kitab-kitab mereka yang berisi propaganda. Mereka cenderung bersikap tertutup dan pura-pura menghormati para ahli pikir yang menulis untuk kepentingan mereka. Mereka sangat respek dengan orang seperti ini. Dan bahkan menggambarkannya seolah-olah ia telah sampai pada puncak ilmu dan fatwa.
Setelah mengamati dengan cermat buku-buku karya para penulis yang simpati kepada kaum syiah, kami mendapati mereka sudah menjadi korban buku-buku propaganda yang berdasarkan akidah taqiyah. Kami heran, mereka tidak pernah membaca dengan seksama, minimal buku-buku tulisan Al-Khomeini. Seandainya membacanya, tentu mereka tidak akan menaruh rasa simpati atau tertarik kepada Syi’ah.
Pembaca yang budiman beginilah Aqidah Syi’ah, mereka enggan menyatakan secara terbuka keyakinan-keyakinan mereka.
Taqiyah pada orang syi’ah, ialah bersikap menampakkan kebalikan fakta yang sebenarnya. Taqiyah memperbolehkan seorang syi’ah menipu orang lain. Berdasarkan taqiyah ini, seorang Syi’ah mengingkari lahiriyah sesuatu yang ia yakini dalam batin. Sebaliknya taqiyah juga memperbolehkan orang syi’ah mempercayai apa yang ia ingkari dalam batin. Itulah sebabnya anda lihat orang-orang syi’ah sering mengingkari keyakinan-keyakinan mereka sendiri di depan kaum Ahli Sunnah. Contohnya seperti pendapat tentang perubahan pada Al-Qur’an, mencaci-maki sahabat, menganggap kafir orang lain, menuduh keji kaum Muslimin, dan keyakinan-keyakinan lain.
Salah satu ulama yang begitu bagus mendefenisikan aqidah keji ini ialah Syaikh Muhibuddin Al-Khatib rahimahumullah. Ia mengatakan:
“Kendala utama yang menghalangi upaya terwujudnya interaksi yang jujur dan tulus antara kita dan kaum Syi’ah ialah apa yang mereka sebut dengan taqiyah. Sesungguhnya taqiyah ialah suatu aqidah keagamaan yang memperbolehkan mereka memperlihatkan kepada kita kebalikan fakta yang mereka sembunyikan. Akibatnya, orang yang berhati sehat di antara kita akan tertipu terhadap kepura-puraan mereka terhadapnya. Mereka ingin dianggap sepaham dan tidak ada persoalan dengannya. Padahal sejatinya menginginkan hal itu, tidak menyukainya, dan juga tidak mau melakukannya, kecuali dalam keadaan darurat atau kepentingan-kepentingan mereka yang lain.” ( Al-Khutut Al-Aridhah, hal10)
Seorang guru dan ahli hadits Syi’ah bernama Muhammad bin Ali bin Husain yang dijuluki Shaduq dalam Risalah Al-I’tiqadat, hal 104, terbitan Markaz Nasyru Al-Kitab (Pusat penyebaran Kitab Iran) 1370 Hijriyah, mengatakan,
“Menurut keyakinan kami, bahwasanya taqiyah itu hukumnya wajib. Siapa meninggalkan taqiyah, kedudukannya sama dengan orang yang meninggalkan shalat. Taqiyah adalah kewajiban yang tidak boleh dihilangkan sampai munculnya Al-Qa’im. Siapa meninggalkan taqiyah sebelum munculnya Al-Qa’im berarti ia telah keluar dari agama Allah dan dari agama Imamiyah. Bahkan ia telah berani menentang Allah, Rasul-Nya, dan para imam.”
Para ulama Syi’ah menaruh perhatian yang cukup besar terhadap masalah taqiyah. Kita lihat Muhammad bin Al-Husain bin Hurru Al-Amili Dalam buku ensiklopedi modern, Wasa’il Asy-Syi’ah (XI/472), menulis satu bab dengan judul, Bab Kewajiban Memperhatikan Taqiyah dan Memenuhi Hak-Hak Sesama Saudara.
Dalam ensiklopedi tersebut (XI/470), ia juga menulis bab dengan judul, Bab Kewajiban Mempergauli Ahlus Sunnah dengan Taqiyah.
Dan ia juga ia juga juga menulis, Bab Kewajiban Taat Kepada Penguasa Berdasarkan Taqiyah, Wasa’il Asy-Syi’ah (XI/471).
Hal yang sama juga dikemukakan oleh guru dan Ayatullah Syi’ah, Husain al-Barujardi dalam kitab Jami’ Ahadits Asy-Syi’ah jilid XIV, hal 504 dan seterusnya, terbitan Iran. Itu tadi hanya sekedar contoh bukan sebagai pembatasan.
Pembaca yang budiman, terdapat banyak sekali riwayat yang menganjurkan orang-orang Syi’ah untuk setia pada Taqiyah. InsyaAllah akan kita lanjutkan di tulisan kami berikutnya.
(Syahrullah Hamid)
Nampaknya usaha Syi’ah dalam menyebarkan agamanya semakin menjadi-jadi. Berbagai cara mereka tempuh untuk menampilkan diri sebagai bagian dari mazhab kaum muslimin yang juga patut untuk dikenal, dipelajari dan diamalkan.
Dalam kondisi yang seperti ini sebenarnya dibutuhkan kekompakan dari kalangan Ahli Sunnah, untuk secara tegas menentang dan bahkan membongkar kejahatan dan manipulasi Syi’ah rafidhoh ini. Namun sayang kita selalu saja dari waktu-kewaktu mendapati dari kalangan kaum muslimin yang bersimpati dengan mereka, wa na’udzu billahi min dzalik.
Kalau boleh kami katakan sesungguhnya perang ideolegi ini masih kurang disadari oleh kaum muslimin, kebanyakan dari kita menganggap ini hal yang biasa-biasa saja bahka tidak perlu dibesar-besarkan.
Nampaknya syiah ini sedang merengsek, merayap masuk ke dalam barisan Ahli Sunnah dan mulai merusak barisan dengan menyuntikkan pikiran-pikiran kesamaan antara Ahli Sunnah dan Syi’ah dengan menyerang dua pilar pembawa kebangkitan ummat yakni pemuda dan kaum intelektual. Lalu dengan penuh trik dan tipu daya menampakkan diri sebagai kaum yang seakan-akan terzalimi oleh pejuang-pejuang Ahli Sunnah dan tentu dibalik itu merekapun mengharapkan bantuan. Celakanya, ternyata karena kurangnya pengetahuan dan data-data yang dimiliki oleh kalangan pemuda dan intelektual muslim ini, akhirnya banyak dari mereka jatuh dalam lubang perangkap Syi’ah. Dan ini juga tidak lepas dari intrik dan makar yang dimiliki oleh mereka yang berdasarkan akidah Taqiyah, dan menurut kami (pen-) inilah penyebab terbesar terperangkapnya banyak kalangan pemuda dan pemikir Ahli Sunnah. Seperti baru-baru ini di salah satu Koran harian Makassar, kita membaca tulisan beberapa orang yang bergelar Professor di Universitas Islam Negeri, dan mereka tampak semangat mempresentasikan pengalamannya dengan kaum syiah di Iran, lalu ditulisan itu mereka tampak moderat (bukan moderat tapi terperangkap) seakan mengisyaratkan “tidak ada masalah” dengan keyakinan kaum syiah, bahkan dengan sangat enteng penulis terakhir yang kami baca kemudian menulis “…kenapa harus dibesar-besarkan?”.
Inilah buah taqiyah mereka, dan inilah bentuk keterperangkapan itu. Mereka memang enggan menampakkan hakikat agamanya dan sikap permusuhannya kepada kaum Ahli Sunnah. Mereka menampakkan kecintaan kepada kaum Ahli Sunnah. Mereka berlepas diri dari kecaman-kecaman dan serangan-serangan yang ditujukan kepada keyakinan mereka. Akibatnya orang yang berhati bersih dikalangan kita pasti akan tertipu. Ia tidak menyadari bahwa sesungguhnya mereka itu biasa mengucapkan sesuatu yang tidak mereka yakini dalam hati mereka.
Begitulah orang-orang syiah menipu dan memperdaya kaum Muslimin yang awwam, yang lalai, bahkan termasuk yang mengaku sebagai intelektual. Dan inilah buah taqiyah mereka la’anallahu diinahum. Ada yang menarik ketika kami baca kembali tulisan salah seorang guru besar Universitas Islam Negri di atas di web fajaronline kolom opini. Seorang pemuda berusia 25 tahun tampak semangat memberi komentar “ini baru tulisan orang muslim…
semangat…”
Pembaca yang budiman, sekarang mari kita menyingkap pemikiran dan hakikat ajaran syiah langsung dari literature otoritatif syiah. Yang kami kutip dari buku mengungkap Hakikat Syiah Agar Anda Tidak Terpedaya yang diterjemahkan oleh Abdul Rasyad Shiddiq, terbitan Darul Falah, Jakarta, dari kitab aslinya yang berjudul “Hatta La Nankhadi’a Haqiqah Asy-Syiah,” karya Syaikh Abdullah Al-Mushili. Terbitan Maktabah Al-Imam Al-Bukhari-Mesir, cet.XX, 2006 M.
Al-Khomeini dalam kitabnya Al-Rosail (11/201), terbitan Qumm Iran 1385 Hijriyah, mengatakan sebagai berikut, “Selanjutnya, bahwa kebolehan menjalankan kewajiban taqiyah itu tidak harus tergantung pada kekhawatiran atas keselamatan nyawa atau lainnya. Bahkan yang jelas, sesungguhnya kepentingan-kepentingan apa pun bisa menjadi alasan bagi diberlakukannya kewajiban melakukan taqiyah terhadap kaum pembangkang (sunni) jadi taqiyah dan menyimpan rahasia itu hukumnya wajib, kendatipun seseorang merasa aman dan tidak mengkhwatirkan keselamatan dirinya.”
Selanjutnya Syaikh Abdullah Al-Mushili menulis. Saudara kami sesama Muslim, sesungguhnya dalam keyakinan Syiah Imamiyah Itsna Asyar, orang-orang Ahlissunnah itu kafir. Mereka menganggap seorang sunni sebagai pembangkang, baik ia menganut mazhab Asy-Syafi’I, atau mazhab Hambali, atau mazhab Maliki, atau Mazhab Hanafi dan juga orang-orang yang mereka tuduh sebagai penganut Wahabi.
Dalam melakukan makar dan tipu muslihat, mereka tidak segan-segan menggunakan cara memecah belah lawan dan memisahkan mereka satu demi satu. Musuh paling berbahaya bagi mereka adalah orang yang mengetahui mazhab dan taqiyah mereka. Sebaliknya musuh yang ringan bagi mereka ialah orang yang tidak mengetahui keyakinan-keyakinan mereka, atau yang tertipu oleh kitab-kitab mereka yang berisi propaganda. Mereka cenderung bersikap tertutup dan pura-pura menghormati para ahli pikir yang menulis untuk kepentingan mereka. Mereka sangat respek dengan orang seperti ini. Dan bahkan menggambarkannya seolah-olah ia telah sampai pada puncak ilmu dan fatwa.
Setelah mengamati dengan cermat buku-buku karya para penulis yang simpati kepada kaum syiah, kami mendapati mereka sudah menjadi korban buku-buku propaganda yang berdasarkan akidah taqiyah. Kami heran, mereka tidak pernah membaca dengan seksama, minimal buku-buku tulisan Al-Khomeini. Seandainya membacanya, tentu mereka tidak akan menaruh rasa simpati atau tertarik kepada Syi’ah.
Pembaca yang budiman beginilah Aqidah Syi’ah, mereka enggan menyatakan secara terbuka keyakinan-keyakinan mereka.
Taqiyah pada orang syi’ah, ialah bersikap menampakkan kebalikan fakta yang sebenarnya. Taqiyah memperbolehkan seorang syi’ah menipu orang lain. Berdasarkan taqiyah ini, seorang Syi’ah mengingkari lahiriyah sesuatu yang ia yakini dalam batin. Sebaliknya taqiyah juga memperbolehkan orang syi’ah mempercayai apa yang ia ingkari dalam batin. Itulah sebabnya anda lihat orang-orang syi’ah sering mengingkari keyakinan-keyakinan mereka sendiri di depan kaum Ahli Sunnah. Contohnya seperti pendapat tentang perubahan pada Al-Qur’an, mencaci-maki sahabat, menganggap kafir orang lain, menuduh keji kaum Muslimin, dan keyakinan-keyakinan lain.
Salah satu ulama yang begitu bagus mendefenisikan aqidah keji ini ialah Syaikh Muhibuddin Al-Khatib rahimahumullah. Ia mengatakan:
“Kendala utama yang menghalangi upaya terwujudnya interaksi yang jujur dan tulus antara kita dan kaum Syi’ah ialah apa yang mereka sebut dengan taqiyah. Sesungguhnya taqiyah ialah suatu aqidah keagamaan yang memperbolehkan mereka memperlihatkan kepada kita kebalikan fakta yang mereka sembunyikan. Akibatnya, orang yang berhati sehat di antara kita akan tertipu terhadap kepura-puraan mereka terhadapnya. Mereka ingin dianggap sepaham dan tidak ada persoalan dengannya. Padahal sejatinya menginginkan hal itu, tidak menyukainya, dan juga tidak mau melakukannya, kecuali dalam keadaan darurat atau kepentingan-kepentingan mereka yang lain.” ( Al-Khutut Al-Aridhah, hal10)
Seorang guru dan ahli hadits Syi’ah bernama Muhammad bin Ali bin Husain yang dijuluki Shaduq dalam Risalah Al-I’tiqadat, hal 104, terbitan Markaz Nasyru Al-Kitab (Pusat penyebaran Kitab Iran) 1370 Hijriyah, mengatakan,
“Menurut keyakinan kami, bahwasanya taqiyah itu hukumnya wajib. Siapa meninggalkan taqiyah, kedudukannya sama dengan orang yang meninggalkan shalat. Taqiyah adalah kewajiban yang tidak boleh dihilangkan sampai munculnya Al-Qa’im. Siapa meninggalkan taqiyah sebelum munculnya Al-Qa’im berarti ia telah keluar dari agama Allah dan dari agama Imamiyah. Bahkan ia telah berani menentang Allah, Rasul-Nya, dan para imam.”
Para ulama Syi’ah menaruh perhatian yang cukup besar terhadap masalah taqiyah. Kita lihat Muhammad bin Al-Husain bin Hurru Al-Amili Dalam buku ensiklopedi modern, Wasa’il Asy-Syi’ah (XI/472), menulis satu bab dengan judul, Bab Kewajiban Memperhatikan Taqiyah dan Memenuhi Hak-Hak Sesama Saudara.
Dalam ensiklopedi tersebut (XI/470), ia juga menulis bab dengan judul, Bab Kewajiban Mempergauli Ahlus Sunnah dengan Taqiyah.
Dan ia juga ia juga juga menulis, Bab Kewajiban Taat Kepada Penguasa Berdasarkan Taqiyah, Wasa’il Asy-Syi’ah (XI/471).
Hal yang sama juga dikemukakan oleh guru dan Ayatullah Syi’ah, Husain al-Barujardi dalam kitab Jami’ Ahadits Asy-Syi’ah jilid XIV, hal 504 dan seterusnya, terbitan Iran. Itu tadi hanya sekedar contoh bukan sebagai pembatasan.
Pembaca yang budiman, terdapat banyak sekali riwayat yang menganjurkan orang-orang Syi’ah untuk setia pada Taqiyah. InsyaAllah akan kita lanjutkan di tulisan kami berikutnya.
(Syahrullah Hamid)
Sumber: http://wimakassar.org/wp/2012/03/06/sunni-syi%e2%80%99ah-perang-ideologi/#ixzz1rn6nXfHj
Tidak ada komentar:
Posting Komentar